Ruth – Kisah Martir di China

Mereka mengatakan bahwa mereka datang untuk membawa Peter bersama-sama dengan mereka ke Sorga.”
- Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. (Matius 10:39).
Ini adalah seri kisah perjuangan orang-orang Kristen di China pada
masa giat-giatnya tentara merah [red guard] melakukan pembunuhan kepada
para penyembah Kristus. Seri ini merupakan sepenggal kisah nyata yang
merupakan bagian dari keseluruhan kisah para martir Kristen di seluruh
dunia termasuk di Timur Tengah. Sejujurnya sebagai orang Kristen kita
harus menghargai perjuangan mereka dimasa lalu, sekarang dan dimasa
mendatang. Mereka adalah orang-orang yang secara langsung mengalami
aniaya karena Iman mereka yang mana menganggap Yesus Kristus sebagai
Tuhan. Didalam pemikiran seorang martir Kristen mengandung semangat
besar, yang terkandung suatu pemahaman mutlak, yaitu hidup untuk
mengabarkan firman dan kalau mati karena memperjuangkan iman dan firman
adalah merupakan suatu keuntungan dikarenakan mereka sangat merindukan
untuk berjumpa dengan juruselamat kita Tuhan Yesus Kristus. Semoga
kesaksian yang disajikan dibawah ini dapat memperkuat iman kita didalam
menghadapi berbagai halangan, rintangan, masalah, dan beragam pencobaan
selama kita hidup di dunia ini. Amen …
Keadaan yang buruk di penjara
Ruth duduk di atas lantai yang kotor. Perasaannya dipenuhi keinginan
untuk memberontak karena bau busuk yang begitu menyengat dan meliputi
udara di dalam sel. Ruth tidak bisa mengingat bau benda apa yang lebih
busuk dari bau ruangan ini. Di dalam sel ini tidak ada toilet, bahkan
tidak ada satu lubang kecil untuk pembuangan kotoran. Sedikitpun tidak
tersedia air di tempat itu. Di Cina, khususnya selama masa kebrutalan
revolusi kebudayaan, para tahanan benar-benar tidak diperhatikan. Ruth
bisa merasakan binatang-binatang kecil merayapi tubuhnya seperti
laba-laba, kecoa, dan tikus. Nyamuk-nyamuk yang haus akan darah
berdesingan di mana-mana. Kegelapan meliputi tempat itu. Begitu gelapnya
sampai Ruth tidak bisa melihat orang-orang yang ada di sekelilingnya.
Pikirannya sedang melamunkan tiga orang anaknya, Daniel 10 tahun, Joseph
8 tahun, dan Mary 5 tahun, yang ditinggal sendirian di rumah. Ruth
bersama dengan suaminya, Michael, telah ditawan dan dimasukkan ke dalam
sel tahanan.
Dalam kegelapan itu, tiba-tiba ada suara seorang teman yang bertanya,
“Apakah kamu punya anak?” Mendengar pertanyaan yang seakan-akan
mengerti pikiran dan perasaannya, Ruth menjawab, “Ya, ada tiga orang.
Sebenarnya saya telah melahirkan empat orang anak, namun seorang di
antaranya telah mati.” “Apa yang terjadi?” Ruth tidak bisa menjawab.
Untuk sesaat air matanya mengalir membasahi pipinya. “Tuhan, tolonglah
aku untuk mempermuliakan Engkau dalam segala sesuatu,” dia berdoa.
Akhirnya dia mulai menceritakan kisah tragis yang menimpa anaknya ini.
Dengan suara pilu dia berkata, “Peter,” Ruth menyebut nama anaknya ini,
“Tiga tahun yang lalu ketika dia berumur 11 tahun, rumah kami digeledah
dan didatangi oleh Tentara Merah (Red Guards). Ada beratus-ratus orang
yang datang dan memeriksa tempat kami. Mereka telah mengetahui bahwa
saya dan suami saya adalah seorang pemimpin dari banyak ‘gereja rumah’
di daerah itu.
Mereka menendang roboh pintu rumah kami, mengikat suami saya dan
menggunduli kepala kami berdua. Mereka menodongkan senjata di atas ke
kepala kami dan berteriak, “Di mana Alkitabmu? Di mana rekan-rekan yang
bersamamu? Dimana kamu melakukan pertemuan?” Karena kami menolak untuk
menjawab, mereka mulai menghancurkan perabot-perabot rumah kami dan
seisi rumah kami diporak-porandakan. Untuk tiga hari tiga malam kami
tidak diizinkan makan, minum, atau tidur. Mereka melihat empat orang
anak kami dan mereka membariskan mereka di atas bangku.
Ketika anak kami kelelahan, mereka memukuli anak-anak kami dan
memerintahkan untuk terus berdiri di atas bangku. Karena saya dan suami
saya tidak mau menajwab saat ditanyai, maka Tentara Merah mulai
menginterogasi anak-anak kami. Tetapi anak-anak kami juga menolak untuk
bekerja sama. Mereka mengetahui bahwa hidup atau mati, mereka harus
mengakui nama Tuhan Yesus dan jangan pernah menyebutkan nama atau
identitas rekan-rekan pekerja Kristen yang lain. Dengan kasar mereka
mulai memukuli anak kami lagi. Peter diseret keluar rumah dan giginya
mulai dicabuti. Dia dipukuli hingga berdarah.
Akhirnya mereka melemparkan dan meninggalkan tubuhnya yang sudah
lumpuh di atas lantai. Suami saya dibawa dan dipekerjakan secara paksa
di kamp militer pekerja berat. Saya segera membawa Peter ke rumah sakit.
Dokter mengatakan tidak ada harapan karena anak ini telah banyak
mengeluarkan darah. Saya diberitahu untuk mempersiapkan pemakaman
baginya. Mereka juga telah memberikan surat-surat yang diperlukan untuk
proses pemakaman. Pihak yang berwenang mengizinkan suami saya untuk
meninggalkan kamp kerja paksa untuk sesaat dan menjenguk Peter di saat
menit-menit terakhir sebelum Peter dijemput Tuhan.
Ketika melihat ayahnya datang, Peter sangat gembira. “Ayah dan ibu,”
katanya, “Banyak orang yang mengenakan jubah hitam saat mereka mati,
tetapi saya ingin berpakaian jubah putih, supaya saya kelihatan indah
saat bertemu dengan Tuhan Yesus.” Kami menangis dan sangat berduka
karena dia. Dan kami berdoa bersama-sama supaya nama Allah
dipermuliakan.
Karena musim hujan pada waktu itu, maka semua jendela di tempat itu
ditutup. Tetapi ketika kami selesai berdoa, satu jendela terbuka dan ada
angin sejuk berhembus masuk memenuhi ruangan. Roh penghibur datang
memasuki hati kami. Peter berbisik perlahan, “Yesus telah datang untuk
membawaku pulang. Selamat tinggal.” Wajahnya dipenuhi dengan sukacita.
Bahkan dokter yang hadir saat itu digerakkan untuk berkomentar, “Saya
belum pernah melihat orang yang mati penuh kedamaian seperti ini.”
Ketika kami pulang ke rumah, anak-anak kami yang lebih muda dari
Peter mengagetkan kami dengan kegembiraan yang luar biasa. Mereka
berkata, “Kami tidak bisa tidur, karena kami melihat kumpulan besar
malaikat-malaikat di sekeliling rumah. Mereka membawa alat-alat musik
dan menyanyi untuk kami. Mereka mengatakan bahwa mereka datang untuk
membawa Peter bersama-sama dengan mereka ke Sorga.”
Saya menjelaskan, “Kakakmu telah pergi bersama-sama dengan Tuhan
Yesus.” Dan mereka semua menangis. Peter begitu mengasihi adik-adiknya
ini dan mereka juga membalas kasihnya dengan rasa sayang yang sangat
besar.”
Ada kesunyian yang panjang dalam sel itu. Tetapi kemudian Ruth mulai bisa mendengar suara tangisan yang berasal dari berbagai tempat di sel gelap itu. Tiba-tiba terdengar suara teriakan kemarahan, “Terkutuklah orang-orang Tentara Merah! Kenapa mereka melakukan hal yang keji seperti ini? Saya berharap bisa mencekik leher orang-orang ini dan membunuh mereka!” “Jangan! Jangan!”
Ruth berteriak, “Kalian jangan membenci mereka. Ini adalah dendam dan
lingkaran kepahitan. Yesus mengajarkan supaya kita mengasihi semua
orang bahkan mengasihi musuh-musuh kita. Setiap hari saya berdoa untuk
Tentara-Tentara Merah ini, supaya mereka segera menemukan dan mengenal
Yesus. Dengan cara yang sama, saya juga telah berdoa bagi kalian semua.
Kalian semua juga kekasih-kekasih yang dicintai Tuhan Yesus.” “Hah!”
cetus seseorang dengan geram, “Kalau Yesus sungguh-sungguh mengasihi
saya, kenapa saya ada di sini, di dalam sel yang kumuh ini?” Ruth mulai
menjelaskan bagaimana sel yang kotor ini sama seperti dosa mereka. Hanya
Salib Yesus yang sanggup menjembatani jurang antara orang-orang berdosa
dengan Allah yang kudus. Yang mereka butuhkan adalah mengakui dosa-dosa
mereka dan meminta Yesus menjadikan mereka manusia yang baru. Sekali
lagi ada kesunyian yang panjang dalam penjara itu.
Dan satu persatu anggota sel itu mulai bertekuk lutut di sampingnya,
penuh tangisan mengakui dengan keras segala dosa-dosa mereka dan memohon
Yesus menyucikannya. “Terima kasih, Tuhan,” Ruth berdoa, “Sungguh
Engkau bisa mengubahkan segala sesuatunya menjadi baik.”
Kesaksian ini menggambarkan betapa hebatnya aniaya dan penderitaan
yang dialami gereja-gereja Tuhan di Cina. Namun semua yang dialami
orang-orang ini seakan-akan memancarkan kemuliaan Tuhan yang semakin
terang dan menjadi kesaksian atas seluruh bangsa di dunia. Keteguhan
iman mereka teruji dalam dapur api.
Mereka bukan Cuma mengakui Yesus dengan mulut mereka, tetapi mereka
membayar pengakuan mereka ini dengan aniaya dan penderitaan. Mereka
belum pernah merasakan datang ke gereja tiap Minggu, bernyanyi memuji
Tuhan, bersukacita, dan mengharapkan untuk hidup dalam kelimpahan. Yang
ada pada mereka adalah gereja bawah tanah dan ibadah yang
sembunyi-sembunyi.
Mereka dikejar-kejar oleh tentara militer, dan rawan dengan aniaya.
Pengakuan iman mereka teruji dengan tindakan yang nyata. Kuasa Injil
betul-betul dinyatakan dalam kehidupan mereka. Mereka mempertahankan
iman dengan nyawa mereka. Tidak ada sesuatupun yang dapat menggoyahkan
iman mereka di dalam Tuhan. Iman seperti inilah yang dicari Tuhan.
“… Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” (Lukas 18:8)
Penginjil di Cina membutuhkan doa saudara
Saya begitu sendirian. Saya menghadapi pikiran untuk bunuh diri
ketika tidak bisa tidur setiap malamnya. Saya sangat merindukan untuk
memenangkan banyak jiwa bagi Tuhan, namun tidak seorangpun yang mau
mendengar. Semua orang memandang rendah dan meremehkan saya. Penghiburan
saya hanyalah Yesus yang telah mengalami dan menjalani semuanya ini,
penderitaan, aniaya, diremehkan, dan direndahkan.” Bagian dari surat
penginjil Cina ini memberikan gambaran bahwa banyak daerah-daerah di
Cina yang belum meresponi panggilan Tuhan.
Bahkan kalau seandainya kita memasukkan 70 juta orang Cina Kristen
(orang yang meresponi Injil Kristus) dalam hitungan, hitungan ini hanya
mencapai kurang dari 7% saja orang Cina yang percaya dan meresponi Injil
Kristus. Berdoalah supaya Tuhan meneguhkan setiap penginjil-penginjil
yang melayani desa-desa kecil di seluruh Cina, supaya mereka berada
dalam kondisi rohani yang berapi-api.
Sumber – Buletin Kampung Baru. Diposkan oleh BLESSING FAMILY CENTRE SURABAYA.
Tragisnya, orang yang menulis surat ini telah dikubur bertahun-tahun
yang lalu. Tidak ada seorangpun yang tahu apakah ia bunuh diri atau
dibunuh.
- “Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut.” (Wahyu 12:11).
- Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, (Yesaya 61:1).
- Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. (Matius 10:39).
Salam Kasih dan persahabatan. Salam kompak dan tetap semangat
menjalani kehidupan ini.
Tetap saling mengasihi sesama manusia apapun
keyakinannya. Tuhan Yesus memberkati. Amen.
Mohon bantu Like, Comment, Share and Subscribe Channel kami..!!
Sulawesi Server Solution (TRIPLE-S)
Customer Service : WA : 082189309043 / Telegram : @Hallo_SSS
Setelah anda download App Playstore, Anda akan diminta memasukkan Server ID
Setelah anda download App Playstore, Anda akan diminta memasukkan Server ID
Cukup ketik : SERVER
Setelah itu ikuti petunjuk selanjutnya
Tidak ada komentar