Ilustrasi Rohani Kristen - 01
Kisah Seorang Tukang Kayu
Seorang tukang bangunan yang sudah tua berniat untuk pensiun dari profesi yang sudah ia geluti selama puluhan tahun.

Sang Mandor merasa sedih, sebab ia akan kehilangan salah satu tukang
kayu terbaiknya, ahli bangunan yang handal yang ia miliki dalam timnya.
Namun ia juga tidak bisa memaksa.
Sebagai permintaan terakhir
sebelum tukang kayu tua ini berhenti, sang mandor memintanya untuk
sekali lagi membangun sebuah rumah untuk terakhir kalinya.
Dengan
berat hati si tukang kayu menyanggupi namun ia berkata karena ia sudah
berniat untuk pensiun maka ia akan mengerjakannya tidak dengan segenap
hati.
Sang mandor hanya tersenyum dan berkata, “Kerjakanlah
dengan yang terbaik yang kamu bisa. Kamu bebas membangun dengan semua
bahan terbaik yang ada.”
Si tukang kayu lalu memulai pekerjaan
terakhirnya. Ia begitu malas-malasan. Ia asal-asalan membuat rangka
bangunan, ia malas mencari, maka ia gunakan bahan-bahan berkualitas
rendah. Sayang sekali, ia memilih cara yang buruk untuk mengakhiri
karirnya.
Saat rumah itu selesai. Sang mandor datang untuk
memeriksa. Saat sang mandor memegang daun pintu depan, ia berbalik dan
berkata, “Ini adalah rumahmu, hadiah dariku untukmu!”
Betapa
terkejutnya si tukang kayu. Ia sangat menyesal. Kalau saja sejak awal ia
tahu bahwa ia sedang membangun rumahnya, ia akan mengerjakannya dengan
sungguh-sungguh. Sekarang akibatnya, ia harus tinggal di rumah yang ia
bangun dengan asal-asalan.
Inilah refleksi hidup kita!
Pikirkanlah kisah si tukang kayu ini. Anggaplah rumah itu sama dengan
kehidupan Anda. Setiap kali Anda memalu paku, memasang rangka, memasang
keramik, lakukanlah dengan segenap hati dan bijaksana.
Bibir Seorang Kristen
Suatu masa hiduplah seekor singa yang liar dan buas. Setiap kali bertemu makhluk hidup lain dan terutama manusia pasti saja akan diterkam dan dilahap habis. Tulang-tulang yang keras sekalipun pasti akan remuk dan tak pernah tersisa oleh taringnya yang runcing. Suatu saat, ketika tahu bahwa orang Kristen adalah orang-orang baik, maka berkatalah ia kepada teman-teman singa yang lain: 'Aku telah mendengar seruan di padang gurun, dan saya ingin bertobat. Saya pasti tak akan menggangu orang-orang kristen lagi. Saya akan membiarkan mereka tetap hidup, dan tak akan lagi menjadikan mereka santapan pemuas isi perutku.' Namun setelah lewat beberapa hari, seorang Kristen lewat. Singa liar dan buas itu sekali lagi melahap orang itu. Seluruh bagian tubuh orang tersebut dimakan habis tak tersisa, kecuali bibirnya. Ia lalu dicemoohi teman-temannya: 'Bukankah engkau ingin bertobat dan berjanji tak akan menjadikan orang Kristen sebagai santapan lezatmu?? Mengapa hari ini engkau justru sekali lagi membunuh seorang Kristen?'
Singa buas itu menjawab: 'Saya memang sudah berjanji untuk tidak menerkam orang Kristen. Namun orang yang telah kumakan itu telah kucium sebelum diterkam. Ternyata sama sekali tak tercium aroma kekristenan, kecuali bibirnya saja. Karena itu bibirnya sajalah yang tidak kumakan.'
Singa buas itu menjawab: 'Saya memang sudah berjanji untuk tidak menerkam orang Kristen. Namun orang yang telah kumakan itu telah kucium sebelum diterkam. Ternyata sama sekali tak tercium aroma kekristenan, kecuali bibirnya saja. Karena itu bibirnya sajalah yang tidak kumakan.'
Tempayan yang Retak
Seorang tukang air di india memiliki
dua tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah
pikulan, yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu
retak, sedangkan tempayan yang satunya lagi tidak. Jika tempayan yang
tidak retak itu selalu dapat membawa air penuh setelah perjalanan
panjang dari mata air ke rumah majikannya, tempayan retak itu hanya
dapat membawa air setengah penuh.
Selama dua tahun, hal ini terjadi setiap
hari, si tukang air hanya dapat membawa satu setengah tempayan air ke
rumah majikannya. Tentu saja si tempayan yang tidak retak merasa bangga
akan prestasinya, karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna.
Namun si tempayan retak yang malang itu merasa malu sekali akan
ketidaksempurnaannya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan
setengah dari porsi yang seharusnya dapat diberikannya.
Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan
pahit ini, tempayan retak itu berkata kepada si tukang air, “Saya
sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf
kepadamu.”
“Kenapa?” tanya si tukang air, “Kenapa kamu merasa malu?”
“Karena selama dua tahun ini, saya hanya
mampu membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa
karena adanya retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa
bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacatku itu,
saya telah membuatmu rugi.” Kata tempayan itu.
Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak, dan dalam belas kasihannya, ia berkata,
“Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan.”
Benar, ketika mereka naik ke bukit, si
tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga
indah di sepanjang sisi jalan dan itu membuatnya sedikit terhibur.
Namun pada akhir perjalanan, ia kembali
sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor, dan kembali
tempayan retak itu meminta maaf pada si tukang air atas kegagalannya.
Si tukang air berkata kepada tempayan itu,
“Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di
sisimu tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan yang
lain yang tidak retak itu? Itu karena aku selalu menyadari akan cacatmu
dan aku memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga di
sepanjang jalan di sisimu, dan setiap hari jika kita berjalan pulang
dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku
telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan
kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu ada, majikan kita tak akan dapat
menghias rumahnya seindah sekarang.”
Setiap dari kita memiliki cacat dan
kekurangan kita sendiri. Kita semua adalah tempayan retak. Namun jika
kita mau, Tuhan Yesus akan menggunakan kekurangan kita untuk menghiasi
meja BapaNya. Di mata Tuhan yang bijaksana, tak ada yang terbuang
percuma.
Jangan takut akan kekuranganmu. Kenalilah
kelemahanmu dan kamu pun dapat menjadi sarana keindahan Tuhan.
Ketahuilah, di dalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita.
Kisah Sarung Tangan
Sesungguhnya, kita tidak bisa memiliki kehidupan Kekristenan di dalam dunia ini dengan menggunakan kekuatan kita sendiri, karena kita tidak memiliki kekuatan untuk menjalankannya. Satu-satu nya cara agar kita bisa menjalankan kehidupan Kekristenan di dalam hidup ini, adalah jika Yesus menggerakkan kehidupan itu melalui diri kita.
Saya akan memberikan sebuah ilustrasi yang sangat simple, dan mungkin terdengar sedikit bodoh. Tetapi saya yakin kalian pasti dapat mengerti apa yang saya maksud melalui ilustrasi ini.
Di atas meja terdapat sebuah sarung tangan. Ini adalah sebuah “work gloves,” sebuah sarung tangan yang didesain untuk bekerja—untuk mengangkat, membangun, dan melakukan banyak pekerjaan lain nya.
Lalu saya bilang ke sarung tangan tersebut, “Hai sarung tangan, angkat buku itu!”
Tidak terjadi apa-apa.
Saya akan memberikan sebuah ilustrasi yang sangat simple, dan mungkin terdengar sedikit bodoh. Tetapi saya yakin kalian pasti dapat mengerti apa yang saya maksud melalui ilustrasi ini.
Di atas meja terdapat sebuah sarung tangan. Ini adalah sebuah “work gloves,” sebuah sarung tangan yang didesain untuk bekerja—untuk mengangkat, membangun, dan melakukan banyak pekerjaan lain nya.
Lalu saya bilang ke sarung tangan tersebut, “Hai sarung tangan, angkat buku itu!”
Tidak terjadi apa-apa.
Mungkin sarung tangan ini membutuhkan sebuah motivasi. “Ayo sarung tangan, kamu pasti bisa! Kamu diciptakan untuk mengangkat buku itu!”
Tetap tidak terjadi apa-apa.
Tetap tidak terjadi apa-apa.
Mungkin sarung tangan ini butuh sebuah pengajaran bagaimana cara mengangkat buku itu. “Ayo sarung tangan, jadi begini caranya, kamu pegang buku itu disini, dan eratkan jari-jari mu seperti ini.”
Tetap tidak bisa.
Tetap tidak bisa.
Mungkin sarung tangan ini membutuhkan sebuah fellowship. Ayo kita kumpulkan sarung tangan lain nya di dekat sarung tangan ini, dan lihat apa yang terjadi.
Tetap tidak ada apa-apa.
Atau mungkin sarung tangan ini membutuhkan sebuah komitmen. Ia harus mendedikasikan hidupnya kembali untuk menjadi sebuah sarung tangan. Mengangkat tangan, maju ke depan, dan dibaptis. Mungkin itu akan membuat nya melakukan sesuatu.
Tentu saja itu tidak akan merubah apa-apa.
Saya yakin kalian sekarang pasti sudah mengerti poin yang ingin saya buat. Meskipun sarung tangan tersebut didesain untuk melakukan sebuah pekerjaan, ia tidak dapat melakukan pekerjaan apa pun, hinga sebuah tangan yang hidup masuk ke dalam nya dan melakukan pekerjaan melalui sarung tangan tersebut. Dan begitulah bagaimana cari hidup Kekristenan bekerja. Kita tidak dapat mencintai seseorang unconditionally, kita tidak dapat keluar dari pornografi, kita tidak dapat berhenti menjadi orang yang egois dengan kekuatan kita sendiri. Kita didesain untuk memiliki kapasitas melakukan itu semua, tetapi kita tidak memiliki kekuatan untuk melakukan nya.
Satu-satu nya cara untuk memiliki hidup Kekristenan yang sesungguhnya adalah dengan membiarkan Kristus yang bekerja melalui kita.
Tiga Tipe Pemberi
Bacaan: Amsal 11:24-26
2 Korintus 9:6-8
Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya …- Amsal 11 : 24
Kita semua tentu pernah memberi persembahan untuk pekerjaan Tuhan. Hanya saja motivasi kita memberi itu berbeda-beda. Ada yang memberi karena ada pamrih terselubung. Ada juga yang memberi karena terpaksa. Tapi ada juga yang memberi karena ketulusan hati dan ekspresi kasih.
Ada tiga macam pemberi. Si batu api, si spon dan si sarang lebah. Untuk mendapatkan si batu api, Anda harus menghantam dia. Walau sudah dihantam, biasanya Anda hanya mendapat sedikit serpihan dan percikan bunga api. Pelit untuk memberi. Kalau pun mau memberi itu selalu dengan pertunjukan besar-besaran. Pemberi macam ini akan selalu menuntut kalau namanya harus diumumkan dan berharap semua orang tahu.
Ada si spon. Untuk mendapatkan sesuatu dari si spon, Anda harus memerasnya lebih dulu, kalau perlu dengan aksi mengancam segala. Barulah si spon mau memberi. Memberi karena terpaksa. Memberi bukan dari hati.
Yang terakhir adalah pemberi tipe sarang lebah. Sarang lebah senang memberi, tanpa tekanan dan tanpa harus menunggu lebih dulu seseorang merengek-rengek kepadanya. Dia membiarkan madu yang dihasilkan terus mengalir agar orang yang sedang membutuhkannya bisa mendapatkannya. Uniknya, sarang lebah tidak akan pernah kehabisan. Ia akan selalu memberi, memberi dan selalu ada saja madu yang diberikannya, seolah tidak ada habisnya. *
Bagaimana dengan kehidupan kita? Apakah kita pemberi macam bunga api yang selalu gembar-gembor ke sana ke mari untuk mengumumkan kedermawanan kita? Apakah kita pemberi macam spon yang menunggu ditekan dan dipaksa dulu? Ataukah kita seperti sarang lebah yang memberi karena ketulusan? Memberi karena ada iman bahwa yang telah mereka berikan akan segera diganti dengan baru. Berharap bahwa kita semua adalah orang Kristen yang suka memberi. Memberi karena ketulusan dan ekspresi kasih. Hal yang paling unik soal memberi adalah kita tidak akan pernah kekurangan di saat kita memberi. Tak pernah ada orang yang jatuh miskin karena ia memberi. Mengapa? Karena Tuhan selalu menggantinya dengan berkat yang selalu baru.
Apakah kita sudah menjadi pemberi yang tulus?
2 Korintus 9:6-8
Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya …- Amsal 11 : 24
Kita semua tentu pernah memberi persembahan untuk pekerjaan Tuhan. Hanya saja motivasi kita memberi itu berbeda-beda. Ada yang memberi karena ada pamrih terselubung. Ada juga yang memberi karena terpaksa. Tapi ada juga yang memberi karena ketulusan hati dan ekspresi kasih.
Ada tiga macam pemberi. Si batu api, si spon dan si sarang lebah. Untuk mendapatkan si batu api, Anda harus menghantam dia. Walau sudah dihantam, biasanya Anda hanya mendapat sedikit serpihan dan percikan bunga api. Pelit untuk memberi. Kalau pun mau memberi itu selalu dengan pertunjukan besar-besaran. Pemberi macam ini akan selalu menuntut kalau namanya harus diumumkan dan berharap semua orang tahu.
Ada si spon. Untuk mendapatkan sesuatu dari si spon, Anda harus memerasnya lebih dulu, kalau perlu dengan aksi mengancam segala. Barulah si spon mau memberi. Memberi karena terpaksa. Memberi bukan dari hati.
Yang terakhir adalah pemberi tipe sarang lebah. Sarang lebah senang memberi, tanpa tekanan dan tanpa harus menunggu lebih dulu seseorang merengek-rengek kepadanya. Dia membiarkan madu yang dihasilkan terus mengalir agar orang yang sedang membutuhkannya bisa mendapatkannya. Uniknya, sarang lebah tidak akan pernah kehabisan. Ia akan selalu memberi, memberi dan selalu ada saja madu yang diberikannya, seolah tidak ada habisnya. *
Bagaimana dengan kehidupan kita? Apakah kita pemberi macam bunga api yang selalu gembar-gembor ke sana ke mari untuk mengumumkan kedermawanan kita? Apakah kita pemberi macam spon yang menunggu ditekan dan dipaksa dulu? Ataukah kita seperti sarang lebah yang memberi karena ketulusan? Memberi karena ada iman bahwa yang telah mereka berikan akan segera diganti dengan baru. Berharap bahwa kita semua adalah orang Kristen yang suka memberi. Memberi karena ketulusan dan ekspresi kasih. Hal yang paling unik soal memberi adalah kita tidak akan pernah kekurangan di saat kita memberi. Tak pernah ada orang yang jatuh miskin karena ia memberi. Mengapa? Karena Tuhan selalu menggantinya dengan berkat yang selalu baru.
Apakah kita sudah menjadi pemberi yang tulus?
Tetap semangat, tetap beraktifitas.. Tuhan Yesus memberkati...
Tidak ada komentar